Setelah beberapa teman saya mengikuti Gala Premier Film 212 ini, saya semakin tidak sabar untuk menunggu tanggal 9 Mei untuk menonton film ini.
Ketika hari H, tadinya mau santai berangkat ke bioskop tapi dapat info dari beberapa teman yang tinggal di Jakarta dan Tangerang yang kehabisan tiket, maka saya dan suami memutuskan untuk segera ke bioskop agar dapat kesempatan menyaksikan film ini pada hari pertama. Alhamdulillah masih kebagian tiket bioskop yang jam sore yaitu pukul 16.30, padahal kami kesana pukul 14.00 masih lama dari waktu tayang dan sudah penuh lho.
212 The Power of Love bercerita tentang Rahmat, seorang jurnalis berprestasi tetapi sayangnya ia sering membuat artikel yang menjelek-jelekkan umat islam. Konflik mulai terjadi ketika akhirnya Rahmat harus mudik ke kampung yang membuatnya harus bertemu lagi dengan sang ayah yang seorang kyai. Perbedaan idealisme dan kehidupan sehari-hari antara Rahmat dan Ayahnya ini lah yang membuat keseruan di film ini. Bagaimana akhirnya kisah Rahmat dan ayahnya ini? Tonton saja di bioskop terdekat ya.
Film 212 ini membuat saya cukup terkejut sih, awalnya berpikir film ini bakal serius banget rasa dokumenter gitu tetapi ternyata MasyaAllah alurnya jelas, dialognya bagus, humornya cerdas. Benar-benar segar banget. Tokoh-tokoh didalamnyapun terasa ada versi realnya di kehidupan sehari-hari.
Kisah yang diangkat walau sebenarnya sederhana tentang kehidupan ayah dan anak beserta idealisme dan kehidupannya masing-masing. Namun disitulah unik dan serunya, seolah-olah dua kubu yang saling berseberangan ini mewakili gambaran muslim di Indonesia. Kita akan dibuat bahagia, lucu, sedih, greget, marah dan terharu. Kebaperan yang hakiki banget kan 😁
Ajaran islam yang diangkat pada film inipun bersifat universal jadi tidak menutup kemungkinan nonmuslimpun bisa menikmatinya juga. Kita akan banyak belajar energi cinta yang begitu kuat hingga dapat menggerakkan semua yang ada pada diri kita dan seluruh yang kita miliki. Dari situlah kita akan memahami tentang pengorbanan, harapan, berpikir positif, tekad kuat untuk berjuang, dan loyalitas terhadap agama.
Menonton film ini selain bernostalgia ketika aksi damai 212, juga menggugah nurani kita untuk lebih mencintai semuanya. Energi cinta lah yang bisa menggerakkan semuanya, cinta kepada Allah, cinta kepada agama, cinta kepada sesama.
Dan terakhir, jika teman-teman merasa film ini akan bermuatan politis banget, oh tenang saja, tidak ada secuilpun muatan politik didalamnya.
Jadi, ayo #putihkanbioskop #review212