Pernah terpikir bahwa ternyata pemerintah daerah bisa mengalami kerugian? Dan jawabannya adalah, tentu pernah. Jika sebuah daerah mengalami kerugian, maka disebut Kerugian Daerah.
Kerugian Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Dengan terdeteksinya kerugian daerah, maka, perlu adanya tuntutan ganti kerugian yang dilakukan terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain dengan tujuan untuk memulihkan Kerugian Daerah.

Apa itu Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TPTGR)?
Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TPTGR) adalah suatu proses tuntutan terhadap Bendahara, Pengurus/Penyimpan Barang, Pegawai Bukan Bendahara, atau Pengurus/Penyimpan Barang, atau Pihak Ketiga yang telah melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerugian keuangan daerah.
Dalam hal ini, pihak yang menyebabkan kerugian daerah adalah Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau pejabat lain yang berdasarkan hasil pemeriksaan menimbulkan Kerugian Daerah.
Untuk menyelesaikan tuntutan ganti kerugian daerah di lingkungan Sumatera Selatan, Gubernur mengeluarkan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 33 Tahun 2020 yang mengatur tentang tata cara Tuntutan Ganti Kerugian Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
Cara penanganan apabila ada TPTGR
Alur Tuntutan Ganti Kerugian Negara atau Daerah, sebagai berikut:
Informasi
Informasi terjadinya Kerugian Daerah bersumber dari hasil pengawasan yang dilaksanakan oleh atasan langsung, aparat pengawasan Internal Pemerintah, pemeriksaan BPK, laporan tertulis yang bersangkutan, informasi dari masyarakat, perhitungan ex officio, dan pelapor secara tertulis.
Verifikasi dan pelaporan oleh atasan langsung atau kepala satuan kerja
Hasil verifikasi setiap informasi Kerugian Daerah dilakukan oleh atasan langsung yang bersangkutan. Dan hasil verifikasinya harus dilaporkan kepada Kepala Daerah paling lama 4 hari kerja sejak diterimanya informasi terjadinya Kerugian Daerah.
Selanjutnya, Kepala Daerah akan memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keungan paling lama 3 hari kerja setelah diterimanya laporan.
PPKD (Pemantau Pendapatan dan Kerugian Daerah)
PPKD berwenang untuk menyelesaikan Kerugian Daerah yang dilakukan oleh Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi, Pimpinan dan Anggota Lembaga nonstruktural, serta
Pegawai Bukan Bendahara di lingkungan Pemerintah Provinsi. Pelaksanaan tugas dan wewenang kepada SKPKS sebagai Bendahara Umum Daerah, tidak berlaku apabila Kerugian Daerah dilakukan oleh Kepala SKPKD.
Membentuk TPKD (Tim Penyelesaian Kerugian Daerah)
PPKD membentuk TPKD untuk menyelesaikan tuntutan Kerugian Daerah. Tim Penyelesaian Kerugian Daerah ini memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
- Menyusun kronologis terjadinya Kerugian Daerah
- Mengumpulkan bukti pendukung terjadinya Kerugian Daerah
- Menghitung jumlah Kerugian Daerah
- Menginventarisasi harta kekayaan milik Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain yang dapat dijadikan sebagai jaminan penyelesaian Kerugian Daerah
- Melaporkan hasil pemeriksaan kepada pejabat yang membentuk
Pemeriksaan kerugian daerah oleh TPKD (Tim Penyelesaian Kerugian Daerah)
TPKD akan melaksanakan pemeriksaan Kerugian Daerah paling lama 7 hari kerja sejak diterbitkannya surat tugas. Untuk menghitung nilai Kerugian Daerah, TPKD bisa meminta pertimbangan tenaga ahli.
TPKD menyampaikan hasil pemeriksaan paling lama 2 hari kerja setelah penugasan pemeriksaan berakhir.
Tuntutan ganti kerugian
Pihak yang merugikan harus menyetorkan ganti Kerugian Daerah ke rekening Kas umum daerah berdasarkan surat penagihan. Penyetoran ganti Kerugian Daerah ini dapat dilakukan melalui Bank, Lembaga keuangan bukan bank atau kantor pos, dan Bendahara penerimaan.
Saat pihak yang sudah merugikan telah melunasi pembayaran ganti rugi sesuai dengan jumlah dan jangka waktu tercantum dalam SKTJM, SKP2KS, atau SKP2K, maka Kepala SKPKD akan menerbitkan surat keterangan lunas. Surat keterangan lunas ini juga akan disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, majelis, pihak yang merugikan dan instansi yang berwenang melakukan sita atas harta kekayaan.
Untuk pelaporan keuangan dalam rangka penyelesaian Kerugian Daerah ini dilaksanakan sesuai kebijakan akuntansi serta memperhatikan standar Akuntansi Pemerintahan.