Skip to content
Hayati's Journal
Menu
  • About
  • Movies
  • Books
  • review
    • Film
    • book
    • place
    • product
  • thoughts
Menu

Mengenal Tari Tradisional Dari Sumatera Selatan Beserta Makna dan Fungsinya

Posted on November 25, 2022 by Hayati Ayatillah

Ada banyak ragam kebudayaan dari Bumi Sriwijaya yang menarik untuk ditelusuri. Mulai dari pakaian, rumah adat, alat music hingga tarian tradisionalnya.

Tari tradisional dari Sumatera Selatan sudah dikenal hingga ke penjuru negeri.  Selain mengandung nilai kesenian yang tinggi, setiap tari tradisional Sumatera Selatan memiliki makna dan fungsi tersendiri.

Berikut ini ada beberapa tari tradisional dari Sumatera Selatan yang masih populer hingga kini, yaitu:

 

Tari Gending Sriwijaya

Sumber: Kompasiana.com

Pada awalnya, tari ini dibuat untuk menyambut tamu yang berkunjung ke Keresidenan Palembang. Pencipta tari ini adalah Tina Haji Gong dan Sukainan A Rozak yang proses penciptaan gerak tari ini berkisar antara  tahun 1943 sampai tahun 1944.

Konsep dari Tari Gending Sriwijaya ini dengan cara menyatukan unsur-unsur tari adat Palembang yang sudah ada. Tarian ini melukiskan tentang kegembiraan gadis-gadis Palembang saat menerima tamu yang diagungkan.

Tari Gending Sriwijaya pertama kali dipentaskan pada tanggal 2 Agustus 1945 di halaman Masjid Agung Palembang. Saat itu, tarian ini dibawakan oleh 9 penari, yaitu: Siti Nuraini, Rogayah H, Delima A Rozak, Thfah, Halimah, Busron, Darni, Emma dan Tuti Zahara.

 

 

Tari Tanggai

Sumber: Museumnusantara.com

Tari Tanggai awalnya dianggap sebagai tarian yang sakral dikarenakan tarian ini termasuk tari persembahan terhadap dewa siwa dengan membawa sesajian yang berisi buah dan beraneka ragam bunga. Disebut Tari Tanggai karena setiap penarinya menggunakan property Tanggai di delapan jari mereka, kecuali jempol.

Pada zaman  Kesultanan Palembang Darussalam, seluruh penari dikhususkan untuk laki-laki, karena Sultan melarang perempuan menari. Memasuki tahun 1920, Tari Tanggai digunakan untuk mencari jodoh oleh para orangtua di Palembang atau disebut Rasan Tuo. Hingga sekarang, Tari Tanggai digunakan untuk menyambut tamu yang datang ke Palembang, acara-acara resmi dan resepsi pernikahan.

 

 

Tari Erai-Erai

Sumber: Ragapnian.wordpress.com

Tari Erai-Erai mulai populer sejak tahun 1950an ketika music akustik seperti biola dan akodion merambah wilayah kabupaten Lahat, karena sebelumnya tarian ini diiringi instrument gambus atau perkusi.

Disebut tari Erai-Erai karena Erai-Erai artinya serai serumpun yang melambangkan meski bercera-berai namun tetap satu ikatan. Tari Erai-Erai dilakukan sebagai bentuk kebahagiaan saat menyambut panen padi.

 

 

Tari Tepak Keraton

Sumber: Kearifanlokalpalembang.id

Sejarahnya, Tari Tapak Keraton diciptakan pada tahun 1966 karena Tari Gending Sriwijaya dilarang untuk tampil karena alasan poliktis. Maka dari itu, tim kesenian yang dipimpin Hj. Anna Kumari menciptakan tarian yang akan digunakan untuk menyambut Panglima Kodam IV Sriwijaya yang baru.

Tari Tapak Keraton sendiri terinspirasi dari kejayaan Kesultanan Palembang Darussalam dengan keratonnya yang megah.  Tari Tapak Keraton menggunakan Lagu “Enam Bersaudara” sebagai pengiringnya. Syair dalam lagu tersebut diciptakan juga oleh Hj. Anna Kumari.

 

 

Tari Kebagh

Sumber: Twitter

Gerakan tari Kebagh terinspirasi dari gerak burung Dinang. Burung ini memiliki gerakan dan warna yang indah. Sebagian masyarakat mempercayai bahwa tari Kebagh pada walanya ditarikan oleh bidadari yang menjadi istri Puyang Serunting Sakti.

Dikisahkan, Serunting Sakti dan istrinya menghadiri sebuah acara pernikahan. Saat itu, istri dari Serunting Sakti yang konon adalah seorang bidadari, diminta untuk menari. Permintaan tersebut disetujui olehnya dengan syarat harus memakai selendang yang dirampas dan disembunyikan oleh Serunting Sakti.

Karena desakan banyak orang, dengan berat hati, Serunting Sakti menyerahkan selendang itu ke istrinya. Maka, menarilah istri Serunting Sakti. Berkat kecantikan dan kemahirannya dalam menari, semua mata terpana menyaksikannya menari.

Hingga tanpa disadari semua orang, istri Puyang Serunting Sakti tidak lagi menginjak bumi. Ia melayang-layang, semakin tinggi hingga menuju kayangan, negeri asalnya.

Tari Kebagh ini berasal dari Desa besemah, Pagar Alam.  Untuk mengiringi tarian ini, masayarakat biasa menggunakan Kenong dan Rehab dan biasanya digelar di lapangan terbuka.

 

Setelah mengetahui berbagai macam tarian tradisional dari Sumatera Selatan, kita sebagai generasi muda diharapkan bisa ikut melestarikannya. DPRD Sumatera Selatan pun amat mendukung para pemuda yang bisa mempertahankan keunikan serta keindahan dari berbagai kesenian di Sumatera Selatan.

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent Posts

  • Hal Paling Dekat, Juga Paling Jauh Adalah Ekspektasi Manusia
  • Surat Buat KUBBU dari Member yang SR alias Silent Reader
  • Untuk Enna
  • Terobosan IDN Media dalam Menghadapi Resesi di Tahun 2023
  • Makin Seru Live Streaming Dengan IDN Live di IDN App

Recent Comments

  1. Deny Oey mengenai Surat Buat KUBBU dari Member yang SR alias Silent Reader
  2. Rivai H mengenai Surat Buat KUBBU dari Member yang SR alias Silent Reader
  3. RULY mengenai Surat Buat KUBBU dari Member yang SR alias Silent Reader
  4. Ade mengenai Untuk Enna
  5. Dayu Anggoro mengenai Surat Buat KUBBU dari Member yang SR alias Silent Reader

Archives

  • Juni 2023
  • Januari 2023
  • Desember 2022
  • November 2022
  • Oktober 2022
  • September 2022
  • Agustus 2022
  • Juli 2022
  • Juni 2022
  • Mei 2022
  • April 2022
  • Maret 2022
  • Februari 2022
  • November 2021
  • Oktober 2021
  • Agustus 2021
  • Mei 2018
  • April 2018
  • Maret 2018
  • Januari 2018
  • November 2017
  • Oktober 2017
  • September 2017
  • Agustus 2017
  • Juli 2017
  • April 2017
  • Maret 2017
  • Februari 2017
  • November 2016
  • September 2016
  • Februari 2016
  • Januari 2016
  • Oktober 2012

Categories

  • Daily Life
  • Inspiration
  • Review
  • Thoughts
  • Travel
© 2023 Hayati's Journal | Powered by Minimalist Blog WordPress Theme